FMIPA Universitas Negeri Yogyakarta kembali menyelenggarakan seminar internasional The 7th International Conference on Research, Implementation & Education of Mathematics and sciences (ICRIEMS) 2020. Seminar yang diselenggarakan pada Jumat-Sabtu, 25-26/9/20 secara virtual ini menghadirkan 6 keynote speech yaitu Prof. Peter Charles Taylor (Murdoch University, Australia), Prof. Dr. Lee Ching Kuo (Taipei Medical University, Taiwan), Prof. Dr. Suriani Abu Bakar (UPSI, Malaysia), Dr. Ariyadi Wijaya (FMIPA UNY), Assoc. Prof. Chatree Faikhamta (Kasersart University, Thailand), dan Dr. Agus Purwanto (ITS). Sedangkan untuk "Invited Speakers" yaitu Assoc. Prof. Vichit Rangpan (Yala Rajabhat University, Thailand), dan Dr. Retno Arianingrum (FMIPA UNY). Seminar dibuka oleh Prof. Dr. Margana, Wakil Rektor bidang Akademik UNY.
Prof Peter membawakan materi berjudul “Transformative Education for A Sustainable World: A Moral Imparative”. Dalam paparannya, beliau menyinggung tentang pendekatan pembelajaran STEM (Science, Technology, Engineering and Mathematics) yang telah banyak dipakai oleh para pendidik baik di Indonesia maupun negara lain. Dalam perjalanannya, ada banyak tantangan yang haus dihadapi. Dalam beberapa aspek, pendekatan STEM dirasa masih belum bisa menghidupkan sifat maskulin dan feminine pada ilmu pengetahuan. Kedua sifat ini tidak berkaitan dengan jenis kelamin, hanya pemberian istilah saja. Sifat-sifat feminine seperti empati dan subjektif juga harus dihidupkan agar nantinya kita dapat menghasilkan siswa yang tidak hanya objektif menghadapi sebuah fenomena tetapi juga bisa memiliki empati.
“Kenyataan di lapangan, ketika guru menyiapkan siswa untuk mengenal “dunia luar” lebih baik sebagai objek belajar mengalami banyak tantangan. Dunia luar yang sekarang cenderung bersifat materialistis itu menjadi satu buah pedang dengan dua mata pedang yang sama-sama tajam. Intervensi manusia di lingkungan pada satu sisi bisa memberikan peningkatan kualitas dan nilai manfaat. Namun di sisi lain, manusia juga bisa menimbulkan kerusakan lingkungan apabila tidak dibekali dengan pemahaman yang baik. Sebagai seorang pendidik, guru harusnya mampu bertransformasi secara psikologis (pemahaman), kondisional (nilai) dan perilaku (peran sosial). Seiring dengan perkembangan dan bahkan transformasi digital, kita banyak melihat sisi gelap yang mengikuti seperti krisis global secara ekonomi, budaya dan lingkungannya. Untuk menghambat kerusakan yang berkelanjutan, istitusi pendidikan harus terus menyempurnakan metode maupu pendekatan-pendakatan pembelajaran yang sudah ada”, lanjutnya.
Dalam hal ini Prof. Peter menawarkan masuknya “Art(s)” atau seni di dalam pendekatan STEM atau yang dikenal dengan istilah STEAM. Dengan memasukkan seni dalam pendekatan pembelajaran tersebut diharapkan nantinya kita bisa menghasilkan manusia yang lebih bijaksana dalam memanfaatkan lingkungan, logis dalam mengambil keputusan serta penuh empati dan pemahaman terhadap gejala sosial yang ada di lingkungan. Bagaimanapun, siswa dan juga guru selama proses belajar mengajar mengalami apa yang disebut dengan “knowledge journey” sehingga dalam prosesnya alangkah baiknya jika tidak ada kerusakan yang ditimbulkan dan tetap menjaga kelestarian lingkungan.
Sementara itu, Ariyadi Wijaya dalam paparannya yang berjudul Supporting Teachers’ Readiness Towards the Use of (Simple) Technology for Learning Mathematics mengatakan, teknologi telah semakin banyak digunakan dalam bidang pendidikan, termasuk di dalamnya adalah pada proses belajar dan mengajar. Namun demikian, hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa teknologi bukan sekadar alat penarik perhatian (attention getter) ataupun pengganti otak untuk berpikir (brain replacement). Dalam kaitannya dengan literasi digital, teknologi perlu digunakan sebagai alat untuk mengembangkan keterampilan praktikal, kemampuan berpikir kritis, dan juga kreativitas. Di antara beragam jenis teknologi. Penelitian ini fokus pada kalkulator saintifik karena Programme for International Student Assessment (PISA) mengijinkan penggunaan kalkulator dan penelitian ini menyasar Indonesia secara umum dimana terdapat kesenjangan lebar dalam hal kondisi dan infrastruktur sehingga kalkulator lebih memungkinkan untuk digunakan.
Secara umum, lanjut Ariyadi, hasil review kurikulum dengan didukung hasil penelitian eksperimental menunjukkan potensi positif dalam penggunaan kalkulator saintifik untuk mengembangkan bukan hanya prestasi belajar matematika, tetapi juga keterampilan berpikir kritis. Program pelatihan guru juga terbukti bisa mengembangkan kecakapan guru dalam merancang dan melaksanakan pembelajaran matematika yang memanfaatkan kalkulator. Terkait program pelatihan guru ini, terdapat perubahan moda dari pelatihan luar jaringan menjadi pelatihan dalam jaringan.
“Hasil penelitian eksperimen dan review kurikulum menjadi pondasi penting menuju pemanfaatan kalkulator untuk pembelajaran matematika. Hasil kedua program tersebut menawarkan mindset baru bagi guru bahwa penggunaan kalkulator tidak menghalangi siswa dari pemahaman konsep matematika dan penguasaan keterampilan berpikir kritis. Pada akhirnya, program pelatihan guru menerjemahkan mindset baru tersebut menjadi keterampilan baru dalam perencanaan dan penerapan pembelajaran matematika yang mengintegrasikan penggunaan kalkulator”, jelasnya. (witono)