Di Malaysia sekolah khusus bagi penyandang cacat secara resmi dikelola oleh Kementerian Pendidkan pada Departemen Pendidikan pada tahun 1995. Sebelum itu layanan pendidikan terhadap para penyandang cacat banyak diselenggarakan oleh organisasi-organisasi swasta sejak awal tahun 60-an, buka Dr. Mohd Mohtar Tahar, dosen Pendidikan Khusus Universita Kebangsaan Malaysia dalam acara Guest Lecture prodi PLB. Mohtar Tahar mengatakan bahwa di Indonesia tidak banyak berbeda dengan Malaysia dalam kurikulum dan pelaksanaan Pendidikan Khusus atau Pendidikan Luar Biasa.
Lembaga pendidikan untuk penyandang cacat di Malaysia yang mula-mula dibuka adalah lembaga untuk orang buta dan tuli. Sekolah khusus untuk penyandang cacat di Malaysia yang ada adalah sekolah khusus tunanetra, tunarungu, dan kesulitan belajar (learning disability). Di samping itu juga diselenggarakan sekolah integrasi khusus untuk siswa penyandang cacat yang relatif ringan yang dapat mengikuti pelajaran di sekolah umum, tambah Mohtar lagi.
Di hadapan 75 mahasiswa S1 dan S2 PLB ini, Tahar menjelaskan bahwa secara umum layanan pendidikan bagi penyandang cacat di Malaysia menjadi tanggung jawab Departemen Pendidikan dan Departemen Sosial. Departemen Pendidikan bertanggung jawab pada pendidikan untuk penyandang cacat yang relatif ringan sedangkan Departemen Sosial bertanggung jawab pada penyandang cacat yang relatif berat dan yang mengalami kelainan jamak (multiple handicapped). Prioritas pendidikan pada mereka yang taraf kecacatannya berat adalah pengajaran non-akademik.
Di kegiatan yang dilaksanakan di aula lantai 3 PPs UNY ini, Tahar juga memaparkan bahwa di negara berkembang khususnya di Asia tenggara pendidikan bagi penyandang cacat masih banyak menghadapi kendala untuk mencapai taraf yang ideal. Kendala itu dapat berupa teknis maupun non-teknis. Kendala teknis sangat berkaitan antara lain dengan penyediaan fasilitas yang belum memadai. Sedangkan kendala non-teknis sangat berkaitan dengan kebijakan pemerintah yang belum mendukung, political will para pengambil keputusan, partisipasi masyarakat dll yang belum memadai. Meskipun demikian patut dihargai bahwa dalam keadaan yang serba sulit negara-negara Asia tidak mengabaikan dan bahkan tetap berupaya memberikan layanan pendidikan bagi warganya yang menyandang cacat semaksimal mungkin, tutup Tahar sekaligus mengakhiri kegiatan Guest Lecturing ini. (ant)