Universitas Negeri Yogyakarta mengukuhkan gelar guru besar pada delapan dosen yang dilaksanakan pada Sabtu (31/12) di Auditorium UNY. Mereka adalah Prof. Dr. Sujarwo, M.Pd. Guru Besar dalam Bidang Ilmu Teknologi Pemberdayaan Masyarakat pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Prof. Dr. Mami Hajaroh, M.Pd. Guru Besar dalam Bidang Penelitian dan Evaluasi Kebijakan Pendidikan pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Prof. Dr. Serafin Wisni Septiarti, M.Si. Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pendidikan Nonformal pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Prof. Dr. E. Kus Eddy Sartono, M.Si. Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan Pendidikan Dasar pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Prof. Dr. Wuri Wuryandani, M.Pd. Guru Besar dalam Bidang Pendidikan Kewarganegaraan Sekolah Dasar pada Fakultas Ilmu Pendidikan, Prof. Dr. I Ketut Sunarya, M.Sn. Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pengkajian Kriya Tradisional pada Fakultas Bahasa dan Seni, Prof. Dr. Antuni Wiyarsi, M.Sc. Guru Besar dalam Bidang Ilmu Pembelajaran Kimia pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam serta Prof. Dr. Sri Harti Widyastuti, M.Hum. Guru Besar dalam Bidang Ilmu Kajian Sastra dan Budaya Jawa pada Fakultas Bahasa dan Seni. Menurut Rektor UNY Prof. Sumaryanto pengukuhan guru besar ini merupakan salah satu tradisi untuk mengapresiasi dan penghargaan bagi para dosen yang telah berjuang mendapatkan jabatan tertinggi sekaligus merupakan wadah akademis bagi para guru besar untuk mengemukakan ide, gagasan dan informasi terkini terkait bidang keilmuan yang ditekuni.
Sujarwo mengatakan setiap anggota masyarakat memiliki potensi yang terbaik dalam dirinya, yang siap untuk diberdayakan, baik secara individu maupun kelompok. Pemberdayaan di lakukan melalui penyadaran, pemberian daya, pengelolaan daya dan optimalisasi daya dengan memperhatikan kondisi, situasi, masalah, kebutuhan dan potensi yang dimiliki anggota masyarakat secara komprehensif. “Hal ini di maksudkan agar serangkaian kegiatan pemberdayaan masyarakat berbasis potensi lokal dapat terlaksana secara efektif, produktif, dan efisien” ujarnya. Untuk itu diperlukan alat bantu untuk memberikan kemudahan dan percepatan (akselerasi) pelaksanaan program, yaitu pemanfaatan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) atau digitalisasi kegiatan dalam persiapan, pelaksanaan, evaluasi, publikasi sampai pada program tindak lanjut. Mami Hajaroh memaparkan bahwa Research, Development, dan Diffusion merupakan pendekatan penelitian yang berkelanjutan dari penelitian dasar, penelitian pengembangan dan penelitian difusi yang merupakan serangkaian tahapan penelitian untuk mengoptimalkan manfaat penelitian dengan diseminasi-difusi. Juga kajian berbagai penelitian difusi yang telah banyak digunakan, maka penting untuk melakukan penelitian secara berkelanjutan dengan tahap Research, Development, dan Diffussion, sehingga bisa memastikan bahwa hasil riset telah memberikan manfaat bagi masyarakat.
Menurut Serafin Wisni Septiarti aksesibilitas pendidikan berkualitas bagi semua menunjukkan komitmen pemerintah untuk meningkatkan keterlibatan anak-anak marginal berkontribusi pada peningkatan kualitas sumber daya manusia yang sampai saat ini menjadi prioritas pembangunan. Pembelajaran di lembaga-lembaga pendidikan formal dan pendidikan nonformal mensyaratkan peran pendidik berperspektif multikultural, memberi kesempatan yang sama bagi peserta didik untuk berkembang sesuai dengan potensi, memfasilitasi belajar dengan berbagai perbedaan, minat, gaya belajar peserta didik. “Oleh karena itu pendidik dalam tugas pembelajarannya menggunakan metode, strategi yang berbeda atau deferential learning” katanya. Kus Eddy Sartono menjelaskan Pendidikan Kewarganegaraan merupakan pendidikan politik di mana seseorang mempelajari orientasi, sikap dan perilaku politik sehingga yang bersangkutan memiliki pengetahuan politik serta kemampuan mengambil keputusan politik secara rasional dan menguntungkan bagi dirinya juga bagi masyarakat, negara dan bangsa. Pendidikan Multikultural diperlukan dalam Pendidikan Kewarganegaraan karena Pendidikan Multikultural sangat strategis untuk dapat mengelola berbagai kemajemukan secara kreatif, sehingga konflik yang muncul sebagai dampak dari transformasi dan reformasi sosial dapat dikelola secara cerdas dan menjadi bagian dari pencerahan kehidupan bangsa ke depan.
Wuri Wuryandani menyebutkan Pendidikan Kewarganegaraan (PKn) di sekolah dasar merupakan mata pelajaran yang mengemban amanah tidak hanya pada pencapaian hasil belajar secara kognitif, namun juga sikap dan keterampilan. Pencapaian kompetensi aspek sikap tergambarkan dalam kompetensi inti berupa sikap spiritual dan sikap sosial. “Upaya mengembangkan pembelajaran PKn yang bermuatan nilai karakter dapat dilakukan guru dengan cara mendesain pembelajaran dengan sebaik mungkin, kreatif, dan inovatif agar dapat memberikan pengalaman belajar pada aspek sikap yang beragam kepada peserta didik” tegasnya. Pemilihan model pembelajaran inovatif sangat diperlukan pada pembelajaran PKn di sekolah dasar, karena sudah terbukti melalui berbagai penelitian bahwa model pembelajaran yang inovatif dapat memberikan dampak pada penguatan karakter peserta didik. Menurut I Ketut Sunarya memelihara dan melindungi kriya adhiluhung merupakan kewajiban, namun membongkar dan menciptakan karya baru sebagai unggulan menjadi tugas generasi yang harus dilaksanakan bersama. Menciptakan karya yang baru tidak harus menghapus yang lama malah sebaliknya. Karena membangun gestal lama sebagai fondasi untuk melahirkan gestal baru, dan kreativitas memerlukan langkah berkelanjutan. Kriya tumbuh dan berkembang seirama dengan kehidupan manusia itu sendiri. Masyarakatpun yakin bahwa kriya nusantara hadir untuk meningkatkan kualitas hidup secara lahir maupun batin guna tercapainya cita-cita kehidupan bangsa Indonesia yang Jagadhita.
Sedangkan Antuni Wiyarsi menegasan Socioscientific issues (SSI) dan kompetensi kejuruan menjadi salah satu masalah riil yang dapat digunakan untuk mendorong relevansi pendidikan kimia. Keduanya dapat digunakan sebagai konteks dalam pembelajaran kimia berbasis konteks yang mendasarkan pada paradigma konstruktivistik dan situated learning theory. Penerapan pembelajaran berbasis konteks terintegrasi SSI atau kompetensi kejuruan mendorong kebiasaan berpikir ilmiah, kritis dan peduli terhadap masalah sosial-sains yang pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan transferable skills siswa. Pada akhirnya, pengalaman belajar ini akan membuka pemikiran dan mendorong siswa untuk kelak mampu menjadi warga negara yang memiliki tanggung jawab sosial. Implikasinya, perlu ada upaya peningkatan kemampuan guru dan calon guru dalam mengembangkan pembelajaran kimia berbasis konteks terintegrasi SSI maupun kompetensi kejuruan yang akan mendorong peningkatan efikasi diri guru dan calon guru. Dan pada akhirnya akan berdampak pada peningkatan kualitas pembelajaran kimia. Sri Harti Widyastuti menyampaikan, berdasarkan transformasi yang tampak pada teks-teks sastra Jawa Klasik, yakni karya sastra wulang dan primbon dapat dibedakan adanya transformasi eksplisit pada kata dan kalimat serta transformasi makna yang implisit. Dalam transformasi tergambar adanya adaptasi sekaligus kreativitas penciptanya. Pada Serat Kidungan Purwajati transformasi terlihat melalui untaian kata dan kalimat, dimana konsep Islam diadaptasi secara utuh dalam teks Jawa dengan pemaknaan yang dikreasikan dengan kebudayaan setempat yaitu kebudayaan Jawa. Bagaimana orang Jawa menggambarkan manusia harus paham tentang nabi-nabi dalam agama Islam dituliskan melalui bagian-bagian tubuh manusia yang disimbolkan sebagai nabi-nabi tertentu. “Keistimewaan nabi-nabi dalam pemahaman Islam, digambarkan menjadi simbol peran penting dalam badan manusia” tutup Sri Harti Widyastuti.
Penulis : Dedy
Editor : Yuyun