Keragaman budaya yang dimiliki Indonesia menjadi modal penting dalam pengembangan gastronomi di Indonesia. Jika dibandingkan dengan gastronomi barat, maka Indonesia memiliki gastonomi yang sangat melimpah dengan karakteristik yang berbeda. Gastronomi barat lebih banyak memiliki karakteristik tangible yaitu gastronomi yang nyata, jelas, terukur dan terwujud. Apabila terkait tentang “sejarah” maka yang dibahas mengenai asal usul bahan baku makanan tersebut dan bagaimana membudidayakannya. Jika membahas tentang budaya, maka budaya menurut karakteristik tangible berupa faktor fisik yang mempengaruhi masyarakat setempat mengkonsumsi makanan. Jadi, karakteristik gastronomi barat banyak terkait dengan karakteristik tangible.
Sementara itu, gastronomi Indonesia memiliki keragaman karakteristik tangible maupun intangible. Karakteristik intangible memiliki sifat yang tidak kasat mata dan tidak terlihat. Sering kali karakteristik intangible diartikan upaya menelusuri makanan sebagai simbol dan budaya material buatan manusia, yang diciptakan oleh masyarakat, dan diwariskan dari generasi satu ke generasi yang lain, serta sebagai faktor penentu dan tata cara mengatur perilaku anggotanya (Ketaren, 2017). Hal inilah yang menarik perhatian masyarakat untuk mengetahui lebih jauh lagi terkait tata nilai dan budaya yang melekat pada makanan. Pada aspek karakteristik tangible menyatakan bahwa sebagian besar sajian makanan mempunyai kisah atau cerita rakyat (folklor) dibelakangnya. Karakteristik intangible pada gastronomi di Indonesia sangat berlimpah. Banyak sekali makanan lokal yang didalamnya terdapat simbol, ritual, adat, dan kearifan lokal yang telah terbentuk secara tradisional. Nasi tumpeng sebagai perwujudan rasa terimakasih pada Tuhan Yang Maha Kuasa, representasi hubungan antara Tuhan dengan manusia dan manusia dengan sesamanya, bukan hanya sekedar makanan dengan tampilan yang menarik dan lezat. Secara etimologi dalam masyarakat Jawa, ditemukan bahwa kata 'TUMPENG' merupakan akronim dari kalimat 'yen meTu kudu meMPENG'," yang berarti "ketika keluar harus sungguh-sungguh semangat", yakin, focus dan tidak mudah putus asa. Di sekelilingnya disajikan lauk-pauk berjumlah 7 macam. Angka 7 dalam bahasa Jawa sama dengan pitu yang berarti pitulungan (pertolongan). Lauk pauk pelengkapnya juga memiliki filosofi dan makna tertentu. Nasi putih yang berbentuk kerucut melambangkan sesuatu yang kita makan harusnya berasal dari sumber yang bersih dan halal. Ayam yang biasa digunakan pada nasi tumpeng adalah ayam jantan atau ayam jago yang mempunyai makna menghindari sifat-sifat buruk ayam jago, seperti sombong, congkak, selalu menyela ketika berbicara, dan selalu merasa benar sendiri. Ikan teri juga biasa disajikan yang memiliki makna kebersamaan dan kerukunan, sebab ikan teri selalu hidup bergerombol di dalam laut. Telur yang biasa digunakanadalah telur rebus atau dipindang disajikan utuh, sehingga untuk memakannya, harus mengupas dahulu. Hal ini melambangkan, bahwa semua tindakan harus direncanakan terlebih dahulu (dikupas), dikerjakan sesuai rencana dan dievaluasi untuk mendapatkan hasil yang sempurna. Contoh lain pada acara Idul Fitri disajikan ketupat yang bermakna “ngaku lepat” atau mengakui kesalahan. Makanan sebagai oleh-oleh sewaktu lamaran harus ada yang berasal dari beras ketan yang melambangkan agar ada ikatan yang erat antara kedua keluarga. Nilai-nilai budaya seperti itu lah yang menjadi kelebihan gastronomi Indonesia dibandingkan dengan gastronomi barat. Hal ini menjadi sangat wajar jika gastronomi Indonesia bukan hanya sekedar hidangan makanan namun lebih dari itu yang didalamnya memuat nilai-nilai sosial budaya dan sejarah. Gastronomi mencerminkan budaya, warisan dan tradisi masyarakat. Dorongan keingintahuan masyarakat tentang sosial budaya makanan pada suatu daerah tertentu menjadikan kegiatan gastronomi sebagai salah satu cara untuk mempromosikan pemahaman di antara budaya yang berbeda, dan membawa masyarakat lebih dekat dengan tradisi makanan yang diminati. Dalam konteks gastronomi Indonesia, makanan Nusantara dianggap sebagai local genius warisan dan martabat nenek moyang bangsa Indonesia yang perlu dilestarikan dan dikembangkan sebagai karakter bangsa untuk membangun keberlanjutan kehidupan manusia. Kegiatan gastronomi berperan sebagai warisan budaya juga membantu menciptakan peluang, termasuk pekerjaan, terutama di daerah sekitar destinasi wisata. Banyak destinasi wisata memanfaatkan gastronomi menjadi sektor strategis untuk menciptakan lapangan pekerjaan dan usaha baru bagi masyarakat yang pada akhirnya berdampak pada peningkatan pendapatan rumah tangga. Perlu dipahami bersama bahwa upaya menciptakan lapangan kerja dan usaha baru merupakan upaya sistematis menciptakan nilai untuk seluruh rantai nilai dari produksi makanan berkualitas, dari basis produksi sampai konsumen. Keanekaragaman budaya yang dimiliki Indonesia merupakan potensi dalam mengembangkan wisata gastronomi. Setiap daerah memiliki food story yang berbeda-beda. Nilai-nilai kelokalan yang autentik pada gastronomi Indonesia sangat mendorong rasa keingintahuan wisatawan dari mancanegara untuk berkunjung ke Indonesia. Pada aktivitas wisata, sering kali wisatawan mencari sesuatu hal yang unik yang merupakan identitas keaslian suatu daerah. Ketika ruang fisik telah semakin mirip seperti reproduksi serial (Richards & Wilson, 2006), maka seringkali kreativitas tak berwujud (intangible creativity) dan budaya tidak berwujud (intangible culture) yang disediakan oleh gastronomi menjadi faktor yang membuat destinasi wisata tersebut istimewa.
Pariwisata di dunia saat ini merupakan salah satu sektor ekonomi yang paling penting yang banyak dikembangkan di berbagai negara. Pengembangan pariwisata diyakini memiliki efek domino yang besar secara ekonomi dan dapat menyebabkan aktivasi langsung dan tidak langsung di berbagai sub-sektor. Pariwisata memiliki peran pendorong dalam pembangunan masyarakat dan merupakan sumber pendapatan bagi masyarakat yang terlibat dalam kegiatan pariwisata. Ketika kebutuhan wisatawan meningkat, maka hal ini akan mendorong perlunya pemenuhan produksi dan layanan jasa untuk memenuhi kebutuhan wisatawan tersebut. Selain itu, pariwisata mempengaruhi hubungan antar bangsa, masyarakat dan bangsa, dan juga mengintegrasikan fenomena budaya, warisan, ekonomi, dan lingkungan. Saat ini, pengembangan sektor pariwisata di Indonesia menjadi salah satu sektor prioritas pembangunan nasional. Penetapan status ini tentu memiliki alasan mendasar karena menurut data BPS menyebutkan bahwa sektor pariwisata berkontribusi terhadap Produk Domestik Bruto (PDB) pada tahun 2020 mencapai angka 41 % dan angka ini hampir sama pada tahun 2017 yaitu sebesar 41,69% (Bekraf &BPS, 2017). Pemerintah mentargetkan pada 5 hingga 10 tahun mendatang, sektor parekraf (pariwisata dan industri kreatif) berkontribusi sebesar 10 hingga 12 persen terhadap PDB. United Nations– World Tourism Organization (UNWTO, 2016) juga meyakini bahwa pertumbuhan industri pariwisata akan terus mengalami peningkatan, meskipun saat ini semua sektor industri mengalami keterpurukan akibat dampak COVID-19. Perkembangan industri pariwisata pasca new normal diprediksi akan cepat pulih dengan dukungan inovasi berbagai produk unggulan pariwisata. Salah satu segmen yang menjanjikan dalam pertumbuhan pariwisata yaitu wisata gastronomi. Kuliner menjadi salah satu tujuan utama wisatawan ketika melakukan perjalanan wisata (Expedia, 2016). Sekitar 20-30% dari total pengeluaran perjalanan wisata dialokasikan untuk restoran oleh para wisatawan (Paulsson, 2014). Ini artinya, aspek makanan atau kuliner dalam industri pariwisata memegang peranan penting untuk menarik minat wisatawan berkunjung, karena wisatawan sangat tertarik dengan nilai historis makanan pada setiap daerah yang mereka kunjungi. Jadi, perjalanan wisata, para wisatawan tidak hanya menikmati sajian kuliner namun juga transfer knowledge tentang nilai-nilai budaya makanan tersebut. Semua informasi tentang makanan yang berkembang di dunia pariwisata dikenal dengan istilah wisata kuliner. Wisata kuliner tidak terbatas pada aktivitas menikmati produk olahan kuliner tetapi ada pengenalan nilai-nilai budaya makanan tersebut. Pengembangan wisata kuliner masih banyak yang belum diimbangi dengan pengembangan budaya lokal sebagai penciri keanekaragaman budaya Indonesia. Sering kali kegiatan wisata kuliner tidak menyertakan transfer knowledge nilai-nilai budaya, padahal upaya transfer budaya dan nilai-nilai filosofi melalui makanan merupakan hal yang penting dalam pengembangan pariwisata. Berbagai negara saat ini sedang berupaya mengembangkan wisata kuliner untuk memberikan pengalaman citarasa dan budaya kepada wisatawan. Jenis wisata seperti ini dikenal dengan istilah wisata gastronomi atau gastronomy tourism. Wisata gastronomi tidak hanya menyajikan wisata makanan namun juga dikolaborasikan dengan unsur-unsur sosial budaya dimana makanan tersebut menjadi identitas kelokalan daerah tersebut. Meskipun hingga saat ini muncul berbagai istilah yang berbedabeda yang menggambarkan wisata makanan dalam pariwisata, misalnya “culinary tourism”, “gastronomy tourism”, “gastro-tourism”, dan “food tourism”. Semua istilah tersebut merujuk pada pengembangan wisata berbasis makanan.
Wisata gastronomi berupaya memadukan unsur makanan dan budaya lokal. Berbagai daerah/negara sedang mengembangkan wisata gastronomi untuk menarik minat wisatawan dunia agar datang ke daerah/negaranya. Wisata gastronomi menyoroti kearifan lokal masakan masyarakat setempat yang aktivitasnya sering dikaitkan dengan unsur budaya lainnya seperti busana, musik, tarian dan lain aktivitas lainnya. Budaya merupakan salah satu unsur penting wisata gastronomi. Pada umumnya seseorang memiliki keinginan untuk mengenal budaya yang berbeda, oleh sebab wisatawan gastronomi juga sekaligus merupakan wisatawan budaya. Wisata gastronomi dinilai sangat penting karena dapat membuat perjalanan wisatawan menjadi sangat unik, membantu destinasi untuk berkembang dan mendapatkan reputasi yang baik. Konsumsi makanan dan minuman selain untuk kebutuhan fisiologis juga dapat memiliki makna simbolis. Dari sudut pandang tersebut, wisata gastronomi merupakan indikator penting bagi pengembangan pariwisata berkelanjutan yang berkaitan dengan apa, di mana, kapan, dan dengan siapa mereka makan. Kegiatan transfer nilai sejarah dan kearifan lokal melalui makanan merupakan langkah strategis untuk mempromosikan nilainilai budaya Indonesia kepada negara lain. Mengingat bahwa Indonesia memiliki keanekaragaman pangan terbesar di dunia yang tercipta dari hasil interaksi lintas budaya. Indonesia juga memiliki sumber daya alam yang sangat banyak, memilki suku bangsa dan budaya yang sangat beragam, termasuk aneka ragam budaya dan kuliner yang dapat dioptimalkan sehingga menjadi aset negara. Namun, belum semua elemen masyarakat mengetahui kekayaan Indonesia tersebut. Pengembangan gastronomi sebagai salah satu segmen wisata merupakan langkah penting dan strategis untuk menunjang peningkatan perekonomian Indonesia. Pengembangan wisata gastronomi yang terintegrasi dengan pengembangan pariwisata yang berorientasi pada nilai-nilai sejarah, budaya, ekonomi, dan masyarakat akan mendorong dalam pembangunan karakter bangsa dan agar identitas kearifan lokal tidak hilang. Poin penting dalam pengembangan wisata gastronomi adalah masyarakat suatu daerah melindungi produk lokal yang dimiliki daerah tersebut. Hingga saat ini pengembangan wisata gastronomi masih mengalami kendala karena tereduksinya nilai kearifan lokal yang dimiliki tiap-tiap daerah dan etnis. Sementara itu, masyarakat urban yang berada di kota-kota besar di Indonesia juga semakin jarang bersentuhan dengan identitas kelokalan mereka. Inilah alasan mengapa wisata gastronomi perlu dikembangkan seiring perkembangan sosial budaya di tengah-tengah masyarakat. Pengembangan wisata gastronomi akan membantu memperkuat identitas lokal dan regional menjadi poin penting untuk pengembangan pariwisata berkelanjutan.
Penurunan kondisi ekonomi pada industri kuliner diakibatkan oleh perubahan perilaku makan konsumen pada saat pandemic. Penyesuaian konsep bisnis terhadap perubahan perilaku konsumen tidak dapat digeneralisasi pada semua bisnis makanan. Penyesuaian bisnis tersebut sangat cocok diterapkan pada restoran cepat saji yang telah memiliki infratsruktur bisnis digital yang mapan. Restoran yang memberi layanan lengkap mengalami kesulitan beradaptasi terhadap perubahan sehingga banyak yang tutup (Liddle, 2020). Semua praktisi bisnis menyepakati bahwa mengenali perilaku konsumen merupakan aspek penting dalam membangun berbagai bisnis termasuk bisnis makanan. Penurunan angka penjualan produk kuliner berbanding terbalik dengan peningkatan UKM-UKM kuliner baru yang menjual produknya melalui platform digital, dengan produk makanan sehat, makanan berbasis sayuran, makanan beku serta kopi. Pengembangan aktivitas bisnis kuliner merupakan salah satu bagian kegiatan gastronomi guna mempromosikan produk dan pengalaman lokal yang khas. Peningkatan penjualan produk gastronomi diharapkan mampu meningkatkan ekonomi masyarakat lokal. Peran lembaga pendidikan dalam mendukung pengembangan wisata gastronomi antara lain: (a) melanjutkan pendataan kuliner dan telaah gastronomi yang digitalisasikan; (b) meningkatkan kesadaran masyarakat akan pentingnya Gastronomi Indonesia di tengah gencarnya budaya pola makan modern; (c) melakukan pendampingan UKM kuliner dalam mengatasi masalah kualitas produk, keamanan pangan dan pemasaran: (d) Pengembangan wisata gastronomi Indonesia melalui upaya gastronomy diplomacy, untuk memperkenalkan nation branding gastronomi Indonesia melalui diplomasi yaitu Kedutaan Besar Republik Indonesia di setiap negara. Berbagai event dan atraksi seni dan budaya setiap daerah yang berkaitan dengan wisata gastronomi perlu dirumuskan sebagai sebuah kebijakan melalui Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif bersama stakeholder terkait guna menetapkan ikon pariwisata gastronomi pada setiap daerah di Indonesia. Selanjutnya, dikembangkan dalam bentuk naskah atau buku wisata gastronomi Indonesia yang dapat digunakan sebagai alat diplomasi.