Indonesia memiliki 4.593 institusi pendidikan tinggi dengan 29.413 program studi, 312.890 dosen dan 8.483.213 mahasiswa. Megatrend dunia tahun 2045 meliputi beberapa hal diantaranya demografi dunia, urbanisasi global, kemajuan teknologi, persaingan sumber daya alam dan perubahan iklim termasuk 17 item sustainable development goals. Efek dari revolusi industri 4.0 sendiri di Indonesia berefek pada hilangnya 23 juta pekerjaan yang diganti dengan otomatisasi pada tahun 2030. Namun juga terbuka 27-46 juta pekerjaan baru. Untuk itu universitas perlu mempersiapkan keterampilan dan kompetensi untuk menghadapi dunia yang belum dikenal. Dunia industri belum mengetahui apa yang akan terjadi lima tahun kedepan, oleh karenanya universitas merespon dengan lebih adaptif, mengarahkan diri sendiri, literasi digital, kewirausahaan dan multi disiplin dalam pembelajaran abad 21. Demikian dikatakan Dirjen Pendidikan Tinggi Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi Prof. Nizam sebagai pembicara utama dalam The 1st International Conference on Practicum and Community Service in Education (IcoPCoSE) secara daring, Rabu (3/11). Lebih lanjut diungkapkan bahwa saat ini terjadi missing link antara pendidikan tinggi dan dunia kerja. “Kami memastikan tidak ada lagi missing link antara apa yang diajarkan di perguruan tinggi dengan perkembangan dan kebutuhan dunia kerja” papar Nizam. Untuk itu perguruan tinggi perlu menggandeng industri, dengan cara mahasiswa diberi kesempatan selama 1 semester belajar mata kuliah lain lintas prodi dan 2 semester mahasiswa dapat meningkatkan kemampuannya melalui pengalaman pembelajaran pada industri atau dunia kerja lainnya. Kementerian Pendidikan Kebidayaan Riset dan Teknologi mencanangkan Kampus Merdeka dengan 9 kegiatan luar kampus seperti pertukaran mahasiswa, magang, bantuan mengajar, bantuan riset, pemberdayaan masyarakat, micro credential independent project, kewirausahaan, aktivitas kemanusiaan dan kompi cadangan. Perguruan tinggi juga perlu mengakselerasi kolaborasi dengan dunia usaha, komunitas, keuangan, pemerintah dan media untuk membawa kompetensi dunia kerja profesional bagi mahasiswa.
Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerjasama UNY Prof. Siswantoyo dalam paparannya menyebutkan bahwa dalam praktek mahasiswa dan pengabdian masyarakat harus memiliki semangat untuk berubah dengan kreativitas dan inovasi untuk menyelesaikan misinya. “Kuliah kerja nyata dapat mendukung UNY pemeringkatan QS World University Ranking by Subject Education and Training dengan menempati posisi kedua nasional” papar Siswantoyo. Diungkapkannya bahwa implementasinya menggunakan model integrasi antara KKN, Praktek Kependidikan, Praktek Industri, magang dan riset tugas akhir. Hal ini akan berpengaruh pada indikator kinerja utama universitas dan berefek pada income generating serta keberlanjutan program. Siswantoyo mencontohkan kegiatan KKN yang berlangsung selama satu semester juga dapat mendorong terciptanya kerjasama dengan pemerintah daerah setempat maupun sekolah untuk keberlangsungannya dan dapat lebih berdampak pada universitas. Untuk itu mahasiswa perlu dibekali kerangka pembelajaran dengan keterampilan hidup dan karir, keterampilan pembelajaran dan inovasi serta keterampilan media informasi dan teknologi. Mahasiswa juga harus memiliki kemampuan berpikir kritis, kreatif, kolaboratif dan komunikatif. Sedangkan Prof. Christine Ure dari Faculty of Arts and Education, Deakin University Australia menyebutkan bahwa pada masa yang akan datang fokus pada praktikum pendidikan guru, dimana masa pandemi butuh untuk membekali lulusan guru dengan tanggap terhadap issue jangka panjang. Sedangkan megatrend nya butuh membekali lulusan guru agar adaptif untuk berubah. Christine Ure menyarankan agar universitas bekerja bersama aliansi sekolah dalam praktek pembelajaran dimana guru sekolah mengajarkan praktek mengajar dan dosen memberikan ilmu mengajar. Sedangkan mahasiswa berperan sebagai orang baru.
Kegiatan yang diikuti lebih dari 450 orang guru, dosen, pemerhati pendidikan dan masyarakat umum itu dibuka Wakil Rektor Bidang Akademik Prof. Margana. Dikatakannya bahwa pandemi Covid-19 telah mempengaruhi banyak hal di dunia, bahkan dalam dunia pendidikan perlu ada sejumlah kebijakan . “Dalam dunia pendidikan kita banyak mengubah pertemuan secara langsung menjadi pertemuan virtual” kata Margana. Pandemi juga mengubah cara praktek mengajar, layanan masyarakat. Hal yang penting dalam pembelajaran ini diantaranya pilihan kemampuan di antara peserta didik dan sistem pembalajarannya. Oleh karena itu perlu pemberdayaan bukan hanya pada siswa namun juga guru dan dosen, termasuk praktek pembelajaran dan praktek industri. UNY merespon situasi ini dengan mengadakan IcoPCoSE yang merupakan forum bagi dosen, guru, mahasiswa, praktisi dan stakeholder untuk berbagi ide dan pengalaman untuk menemukan solusi masalah belajar mengajar dan praktek mengajar di era disrupsi sekaligus menjalin kerjasama antar institusi.
Ketua panitia konferensi Nunik Sugesti, M.Hum mengatakan tantangan megatrend global yang diprediksi akan terjadi pada tahun 2045 di mana sumber daya manusia di masa yang akan datang dituntut mampu beradaptasi dengan cepat dalam mengimbangi perubahan yang bersifat radikal, masif, terstruktur, dan tidak dapat dibendung. Situasi ini menuntut perguruan tinggi untuk membekali lulusannya dengan kombinasi pengetahuan, keterampilan, dan pengalaman yang sesuai dengan bidangnya agar mampu mendesain strategi dan perencanaan ke depan agar perubahan ini berdampak positif dan berkelanjutan bagi kehidupan mereka. Mahasiswa hendaknya diberi kesempatan seluas-luasnya untuk terlibat dalam berbagai kegiatan praktik demi menerapkan pengetahuan dan keterampilan dalam konteks nyata. Konferensi ini diharapkan mampu menghadirkan solusi untuk membekali mahasiswa dalam menghadapi tantangan Abad ke-21. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya UNY dalam agenda pembangunan berkelanjutan pada bidang pendidikan bermutu dan kemitraan untuk mencapai tujuan. (Dedy)