MENJADI MENTOR PENYANDANG DISABILITAS, BISAKAH KITA?

MENJADI MENTOR PENYANDANG DISABILITAS, BISAKAH KITA?

Anak penyandang disabilitas intelektual bukanlah anak yang tidak bisa berprestasi. Mereka mempunyai kesempatan yang sama dengan anak – anak biasa. Peran keluarga, terutama orang tua juga lingkungan akan selalu menjadi hal yang penting untuk mereka. Meski kesempatan untuk bersekolah di sekolah biasa akan sangat mustahi, namun mereka tetap bisa mengenyam pendidikan dengan baik di Sekolah Luar Biasa. Dengan bersekolah, mereka bisa bersosialisasi dengan lingkungan baru, bermain, berolahraga, mendapatkan pengalaman belajar, berinteraksi dengan Guru juga bisa mengembangkan bakat mereka dengan mengikuti ekstrakurikuler yang ada. Selain itu, mereka juga butuh mentor, pendamping mumpuni, yang bisa mengantarkan mereka untuk bisa lebih percaya diri. Seorang mentor, bisa dari kalangan manapun. Apalagi dengan adanya acara hari ini yang bertempat di Lab. Kondisi Fisik FIK UNY, mahasiswa dari jurusan Ilmu Keolahragaan dan Pendidikan Luar biasa dari berbagai angkatan mendapatkan ilmu penting yang disampaikan oleh Anastasya Retno Pujiastuti dari ALPs & Youth Activation Coordinator of Special Olympics Indonesia.

Dalam acara Guest Lecture, 25 Oktober 2019 pagi tadi, Anastasya banyak memberikan ilmunya kepada mahasiswa, tips dan sokongan banyak dikemukakan, bagaimana plus dan minusnya menjadi Mentor seorang penyandang disabilitas. Beliau sudah menjadi sukarelawan mentor anak – anak berkebutuhan khusus sejak tahun 2002. Diawali ketika Spesial Olympics Indonesia banyak mencari relawan yang bisa membantu atlet yang berlomba dalam acara Olimpiade Khusus Nasional Indonesia yang diadakan 26 hingga 28 Oktober 2002 di Ragunan Sports Center, Jakarta. Pelatihan pertamanya didapatkan pada tahun 2003, setelah pelatihannya itu, beliau menjadi sukarelawan secara reguler di Special Olympics Indonesia melalui berbagai acara di semua kesempatan. Hingga akhirnya pada tahun 2011 Anggota Dewan Olimpiade Indonesia menunjuknya menjadi koordinator Nasional Program Kepemimpinan Atlet.

Dengan didampingi 6 anak berkebutuhan khusus yang mempunyai prestasi, Anastasya yang akrab dipanggil Kak Nana ini menjelaskan bahwa anak – anak cacat mental itu jangan dikucilkan atau bahkan diejek, justru huruf R yang mengawali kata RETARDED (cacat mental) harus diganti dengan RESPECT  (menghormati) supaya mereka juga merasa diberi kesempatan untuk bisa EQUAL (sama) dengan setiap manusia yang ada di dunia ini. Kak Nana juga mengajak mahasiswa yang datang pagi itu untuk menetapkan PLEDGE (janji) dengan menandatangani spanduk putih supaya anak inklusi menjadi bagian dari kita semua. Bahwa kita tidak akan mengucilkan mereka, mengajak mereka untuk menjadi teman kita, makan di tempat yang sama dengan mereka, bermain sepakbola dengan mereka, menciptakan peluang untuk kegiatan yang bersifat inklusif di lingkungan ataupun disekolah, menjadi pemberani untuk mengambil tindakan dan menjadi pemimpin perubahan, dan juga untuk tidak pernah menggunakan kata R (retarded/ cacat mental) dalam kehidupan keseharian kita.

Yang menjadi inti pada materi pagi tadi adalah ‘Persahabatan’ harus menjadi diatas segalanya. Karena dengan menjadi teman, kita akan melepaskan segala atribut yang menjadikan kita merasa lebih dari yang lain. Pun menjadi mentor untuk anak berkebutuhan khusus yang memiliki prestasi, menjadi sahabat mereka adalah kunci dari kesuksesan. Karena ketika kita menjadi mentor biasa, kita hanya perlu mengarahkan, mendampingi, memberi motivasi dan menjadi inspirasi. Namun jika menjadi mentor anak dengan kebutuhan khusus yang berprestasi, itu semua tidak akan cukup. Harus ditambah dengan menjadi sahabat yang sekaligus menjadi pengasuh yang serba bisa. Seperti mengajarkan IT, bahasa Inggris, public speaking, manajemen waktu, sampai membantu mereka untuk membawakan bagasi ketika mereka bepergian. Juga mendokumentasikan saat mereka sedang berlatih, berlaga hingga menjadi juara. Jadi, apakah kalian siap? (PD)