Perkembangan teknologi memberikan dampak pada perkem bangan industri, yang muaranya mempengaruhi segala aspek kehidupan masyarakat. Adanya revolusi industri ini tentunya memberikan dampak perubahan pada masyarakat dunia. Adanya Revolusi Industri 4.0 yang diusulkan Jerman tahun 2011 melalui transformasi digital, Internet of Things (IoT), dan blockchain mengakibatkan tumbuhnya sistem masyarakat baru. Masyarakat ini memanfaatkan sistem cerdas berbasis artificial intelligence (AI) dan IoT untuk menyejahterakan kehidupan melalui Society 5.0. Hal yang menjadi isu utama dari Society 5.0 yaitu pemanfaatan data yang disajikan dengan penggunaan teknologi seperti IoT, Big data, dan AI dengan menggunakan prinsip inklusi, berkesinambungan, berpusat pada manusia, dan inovasi. Demikian dikatakan Prof. Dr. Heri Retnawati, M.Pd. dalam pidato pengukuhannya sebagai Guru Besar dalam Bidang Ilmu Evaluasi Pendidikan Matematika pada Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Negeri Yogyakarta. Pidato berjudul ‘Asesmen Pendidikan Matematika pada Era Society 5.0’ itu dibacakan dihadapan rapat terbuka Senat di Ruang Sidang Utama Rektorat UNY, Sabtu (28/12). Heri Retnawati adalah guru besar UNY ke-149.
Wanita kelahiran Gunungkidul, 3 Januari 1973 tersebut mengatakan, pada era Society 5.0, kompetensi siswa yang dibutuhkan meliputi kreativitas dan pemecahan masalah, berpikir kritis, komunikasi, dan kolaborasi serta mampu mengatasi berbagai kesulitan dan berdaya saing. Kompetensi tersebut memiliki makna yang lebih luas dibandingkan ranah pengetahuan dan keterampilan. Kompetensi tersebut dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan hidup yang kompleks, dengan mengoptimalkan penggunaan berbagai sumber daya psikososial, termasuk sikap, pengetahuan, dan keterampilan di suatu bidang tertentu. Kompetensi-kompetensi tersebut dikategorikan menjadi kompetensi analitik, interpersonal, bertindak, memproses informasi, dan kemampuan untuk mengelola perubahan. Kompetensi-kompetensi tersebut dapat dikuasai melalui proses pendidikan, diantaranya yaitu melalui pendidikan matematika. Pendidikan matematika yang dapat mencapai kompetensi-kompetensi tersebut merupakan pendidikan matematika yang dilaksanakan berdasarkan standar tertentu. Standar pendidikan matematika diperlukan mengingat kompetensi akan berkembang di lingkungan belajar yang kondusif serta melatihkan pengetahuan, keterampilan dan sikap.
Doktor Penelitian dan Evaluasi Pendidikan di Universitas Negeri Yogyakarta tersebut memaparkan, pemecahan masalah (problem solving) merupakan hal utama yang menjadi tugas siswa dalam belajar matematika, sekaligus sebagai tujuan belajar matematika. Siswa didorong untuk merefleksikan pemikirannya selama proses pemecahan masalah, sehingga dapat menerapkan dan menyesuaikan strategi yang dikembangkan untuk menyelesaikan permasalahan dan konteks lainnya. Dengan melakukan pemecahan masalah, siswa mendapatkan jalan berpikir, sikap tangguh dan tidak gampang menyerah, selalu ingin tahu, dan rasa percaya diri dengan situasi baru yang dihadapi siswa, baik selama proses pembelajaran maupun di luar proses pembelajaran.
Warga Wirokerten Banguntapan Bantul tersebut mengemukakan, seiring dengan perkembangan masyarakat, penguasaan kompetensi abad ke-21 merupakan hal yang urgen. “Selain itu penguasaan kompetensi dapat dicapai melalui pelaksanaan pembelajaran dengan memanfaatkan pendekatan yang sesuai, serta melakukan asesmen autentik yang sekaligus merupakan assessment for dan of learning” kata Heri Retnawati. Untuk itu berbagai teknik asesmen perlu diterapkan, serta dilaporkan secara detail, sehingga bermanfaat untuk peningkatan capaian kompetensi, perbaikan pembelajaran, dan perbaikan kebijakan pendidikan. Berbagai tantangan perlu dihadapi, dalam rangka mempersiapkan sumber daya manusia yang siap menghadapi perkembangan dan perubahan masyarakat dan memiliki daya saing untuk bisa berperan aktif di dunia global. (Dedy)