WORKSHOP SMK MBANGUN DESA

Awalnya, SMK didirikan oleh Belanda tahun 1891 bagi orang desa untuk diajari nukang dalam rangka memberantas kebodohan dan kemiskinan melalui pendidikan/sekolah ketrampilan/kejuruan. Kebanyakan orang tua juga tidak tahu tujuan mereka mengirimkan anak mereka untuk sekolah. Selalu jawabannya agar anak saya bisa pintar, sukses menuntut ilmu. Hanya sampai disitu. Padahal esensinya sekolah itu adalah untuk menghapus kemiskinan. Oleh karena itu orang tua seharusnya bilang pada anaknya bahwa mereka disekolahkan agar jangan menjadi kere di masa depan. Pasti anak akan takut mendengarnya. Oleh karena itu SMK atau Sekolah Menghapus Kemiskinan ini dahsyat sekali. Demikian dikatakan Marlock atau lebih akrab dipanggil Gus Mar dalam workshop SMK Mbangun Desa di Rektorat UNY, Kamis (27/2). Marlock memaparkan SMK Mbangun Desa adalah gerakan SMK mandiri yang dalam waktu dekat akan diadaptasi oleh Kementerian. “SMK lebih banyak berada di desa dengan peserta didik anak desa yang identik dengan ekonomi lemah” kata Marlock. Menurut Direktur Forum Peduli Pendidikan Pelatihan Menengah Kejuruan Indonesia (FP3MKI) tersebut SMK sangat vital bagi pembangunan Indonesia secara utuh yang dimulai dari desa, oleh karena itu revitalisasi SMK penting. Jika menghambat perkembangan, bantuan dan perhatian SMK artinya menghambat pembangunan, proses kemandirian orang desa dan ketertinggalan desa, lanjutnya. Oleh karena itu lazimnya industri mengawal SMK membantu pengentasan SDM desa demi kemajuan dan kesejahteraan desa. Marlock telah memberikan contoh dengan melakukan berbagai inovasi diantaranya mengajarkan bertani bagi SMK non-pertanian dengan pembibitan tanaman yang laku dijual sehingga siswa SMK tidak perlu meminta pada orang tua untuk bekal sekolah. Bahkan di Kalimantan sudah berhasil dalam pembibitan bawang merah sehingga tidak tergantung dari Jawa.

Workshop dalam rangka peduli SMK ini diikuti oleh 90 kepala sekolah SMK negeri dan swasta di seluruh DIY. Dibuka oleh Rektor UNY Sutrisna Wibawa yang dalam sambutannya mengatakan kegiatan ini adalah untuk mengembangkan SMK ke depan. “Konsep Pak Marlock untuk mbangun desa ini sangat cocok karena mahasiswa yang akan kita terjunkan di desa bisa bersama bapak dan ibu di SMK” kata Sutrisna Wibawa. Rektor mewacanakan untuk menerjunkan mahasiswa di lapangan tidak hanya 1-2 bulan namun bisa satu semester atau satu tahun sesuai dengan konsep merdeka belajar. Mahasiswa akan berada di sekolah, masyarakat, desa sehingga lulusan akan mempunyai kompetensi yang selama ini ada plus mbangun desa. Mahasiswa bersama siswa SMK bisa melakukan riset, identifikasi desa untuk memecahkan masalah yang ada. Bahkan kegiatan selama di desa bisa ditulis dalam bentuk tugas akhir skripsi sehingga setelah selesai satu tahun mengabdi punya SKS yang cukup sekaligus skripsinya selesai. Harapannya lulusan UNY dapat memiliki kemampuan adaptif dan fleksibilitas yang tinggi dan bisa beradaptasi dengan baik karena memiliki best practice di perguruan tinggi, SMK maupun desa. (Dedy)