Mahasiswa FMIPA UNY melakukan penelitian untuk penyembuhan patah tulang menggunakan kerang hijau. Mereka adalah Ivatuszalma, Nihadlul Munaa dan Kiky Errysza Asyifa Maida (Fisika), Firdaus Amruzain Satiranandi Wibowo (Statistika) serta Oktiana Prabawati (Biologi).
Dikatakan Ivatuszalma bahwa kecelakaan lalu lintas merupakan masalah serius di dunia dan di Indonesia. “Kecelakaan ini tidak hanya mengakibatkan kematian, tetapi juga cedera tulang, seperti fraktur, yang memiliki prevalensi tinggi” ungkap Iva, Selasa (23/7). Untuk membantu proses penyembuhan patah tulang, pengembangan produk implan tulang bertujuan untuk memperbaiki atau mengganti jaringan yang rusak dengan menggunakan bahan atau material pengganti. Bahan atau material pengganti jaringan yang berinteraksi secara langsung dengan tubuh manusia disebut biomaterial. Pengembangan biomaterial, seperti Hidroksiapatit (HAp) memiliki sifat bioaktif, biokompatibel, bioresorbable, dan osteokonduktif yang dibutuhkan untuk proses penyembuhan tulang. Hidroksiapatit banyak digunakan di sektor biomedis, terutama di bidang kedokteran gigi dan ortopedi, karena kemiripan kimiawinya dengan komponen mineral jaringan keras. HAp dapat disintesis menggunakan senyawa alami, termasuk bahan biogenik seperti cangkang kerang hijau yang melimpah di Indonesia, paparnya.
Menurut Nihadlul Munaa limbah cangkang kerang mengandung kalsium karbonat yang tinggi yaitu 95% hingga 99%, sehingga dapat digunakan sebagai sumber kalsium untuk sintesis HAp. Analisis Energy Dispersive X-Ray Fluorescence (EDXRF) menunjukkan bahwa komposisi mineral minor dalam cangkang kerang hijau adalah Ca 99,5%, Sc 0,24% dan Sr 0,47%. “Subjek dalam riset ini adalah biomaterial berbasis cangkang kerang hijau dengan komposit propolis/PVA untuk pembuatan scaffold tulang bagi penderita osteoporosis dan patah tulang” katanya. Objek dalam riset ini adalah hasil rekayasa scaffold tulang HAp yang dapat diketahui melalui karakterisasi physico chemical properties dan uji kuat tekan. Polyvinyl alcohol (PVA) merupakan salah satu jenis polimer hidrofilik. Di antara polimer yang larut dalam air, PVA adalah salah satu pilihan yang sering digunakan untuk persiapan gel. Kemampuan machinability, toksisitas rendah, kekuatan yang baik, dan kandungan air yang tinggi, hal ini merupakan beberapa keuntungan dari gel PVA. Saat ini, bahan-bahan yang berbasis PVA banyak digunakan dalam industri medis, industri, dan pertanian.
Kiky Errysza Asyifa Maida menjelaskan, tahapan riset yang dilakukan meliputi studi literatur terkait rekayasa scaffold. Cangkang kerang hijau dan komposit propolis/PVA dipilih sebagai bahan dasar. Scaffold dibuat menggunakan metode porogen leaching. Karakterisasi scaffold dilakukan dengan pengujian SEM, XRD, FTIR, dan uji kuat tekan. Tiga sampel propolis/PVA dicampurkan dengan HAp. Sampel pertama propolis/PVA konsentrasi 5 wt% dengan 0,16gram HAp, sampel kedua propolis/PVA konsentrasi 10 wt% dengan 0,21gram HAp, dan sampel ketiga propolis/PVA konsentrasi 15 wt% dengan 0,26gram HAp. Ketiga sampel diaduk pada 60°C selama 24 jam menggunakan magnetic stirrer dengan kecepatan 350 rpm hingga berbentuk suspensi. Analisis hasil karakterisasi dimana kombinasi HAp, propolis dan PVA menunjukkan potensi dalam pengembangan biomaterial yang berkelanjutan dan efektif serta dapat digunakan untuk bahan implan tulang.
Penelitian ini berhasil meraih pendanaan dari Direktorat Belmawa Kemendikbudristek dalam Program Kreativitas Mahasiswa (PKM) bidang PKM-RE tahun 2024.