Yogyakarta merupakan salah satu kota di Indonesia dengan beragam kebudayaan. Selain berbagai budanya yang unik, Yogyakarta juga memiliki makanan tradisional seperti jajanan pasar yang sudah tersohor diseluruh penjuru nusantara. Jajanan pasar adalah segala jenis kudapan, panganan, dan buah-buahan yang biasanya dapat diperoleh di pasar sebagai pelengkap hidangan atau sesaji. Saat ini jajanan pasar mulai ditinggalkan oleh masyarakat dan hanya tersedia di beberapa tempat seperti pasar tradisional dan di acara upacara adat desa.
Di tangan salah satu mahasiswa UNY, jajanan pasar dapat disulap menjadi sebuah karya seni berupa busana untuk anak-anak. Fadillah Septiani mengolah aneka jajanan pasar menjadi motif penghias busana anak-anak sebagai bentuk yang unik dan inovatif dalam bentuk batik tulis. “Sejak tahun 2013, saya memiliki pengalaman bekerja paruh waktu sebagai pembuat makanan tradisional di salah satu home industri berupa serabi gulung. Home industri tersebut berdiri sejak tahun 2011. Hasil dari pekerjaan tersebutlah yang dapat membiayai saya sehingga dapat menempuh pendidikan di jenjang perkuliahan. Hal tersebut yang melandasi saya untuk mengangat tema jajanan pasar sebagai bahan penciptaan tugas akhir karya seni,” ucap Fadillah. Selain itu, tindakan ini sebagai upayanya untuk melestarikan jajanan pasar tradisional yang mulai tergeser dengan camilan kekinian.
Mahasiswa Pendidikan Seni Kriya tersebut mengubah bentuk jajanan tradisional menjadi bentuk kartun agar visualnya dapat menarik anak-anak. “Saya membuat berbagai variasi motif dari beberapa jajanan tradisional yaitu pukis ayu, ketan nagasari, serabi keraton, lemper ketan, gethuk kawung, gethuk lindri, lupis ketan, dan janur clorot. Motifnya saya ubah dalam bentuk kartun karena terinspirasi dari film animasi Spongebob dan tujuannya agar anak-anak lebih menyukainya,” jelasnya. Warna yang digunakan dalam karya batik tulis ini adalah warna gelap dan terang untuk menggambarkan karakteristik anak namun tidak meninggalkan kekhasan dari warna batik tradisional. Agar tidak terlalu kaku, motif dimodivikasi dengan motif pendukung seperti daun singkong, singkong, padi, tanaman padi, ukel-ukelan, dan motif lainnya.
Warga Dusun Bobok, Patalan, Jetis, Bantul ini menggunakan kain mori sebagai bahan utama dalam proses pembuatan busana anak-anak dengan motif jajanan pasar. Kain mori memiliki kualitas yang cukup bagus untuk dijadikan batik dan harganya yang tergolong masih bisa dijangkau. Dalam pembuatan batik tulis menggunakan kain mori memerlukan beberapa tahapan. Kain mori diolah terlebih dahulu. Pertama dengan ngetel/ngloyor untuk menghilangkan kanji sehingga lilin mudah melekat dan tidak mudah rusak saat mencelup. Kemudian dilanjutkan proses nglemplong atau melicinkan kain dengan disetrika.
Gadis kelahiran Bantul, 22 September 1998 itu memaparkan proses pembuatan busana anak dengan motif batik tulis jajanan pasar ini melalui tiga proses pembuatan, yaitu tahap eksplorasi, perancangan, dan perwujudan. Tahap eksplorasi dilakukan dengan melakukan pengamatan dan pengumpulan data yang relevan mengenai batik tulis, busana anak, dan jajanan pasar. Tahap perancangan dilakukan dengan membuat motif alternatif untuk mendapatkan motif terpilih yang akan disusun menjadi pola serta desain jadi. Perancangan dilakukan di kertas hvs terlebih dahulu, kemudian dipindah ke kertas kalkir yang nantinya akan disalin pada satu lembar kain mori. Tahap perwujudan dilakukan dari mempersiapkan alat dan bahan, proses pembuatan, dan finishing.
“Pertama, kain mori digambari dengan pola yang sudah ditentukan kemudian dilanjutkan dengan membatik kerangka (klowongan) menggunakan canting dan malam. Setelah pola selesai, selanjutnya membatik isen-isen atau mengisi bagian dalam klowongan menggunakan canting kecil. Proses pewarnaannya ada dua tahap, pertama dengan teknik colet menggunakan pewarna indigosol Green IB 5 gram+nitrit 10 gram dan indigosol Brown IRRD 5 gram+Nitrit 10 gram. Tahap kedua dengan teknik celup. Zat warna yang digunakan adalah zat warna napthol AS-BO 10 gram yang harus dikunci dengan larutan garam diazo, TRO 5 gram, Kostik 5 gram,” papar alumni SMK 2 Sewon tersebut.
Karya putri pasangan Sartono dan Sudarsih ini berhasil lolos dalam ujian tugas akhir karya seni (TAKS) dalam rangka memperoleh gelar sarjana pendidikan. Dosen pembimbing tugas akhir Prof. Dr. Drs. I Ketut Sunarya, M. Sn. memberikan tanggapan yang bagus terhadap karya ini karena terinspirasi dari kisah hidup Fadillah sendiri. Karya ini sangat brillian dan kreatif karena mengangkat jajanan tradisional sebuah motif untuk batik yang jarang ditemukan. Putri pasangan buruh pedagang ini berharap melalui karyanya dapat menginspirasi anak-anak lain untuk mengembangkan batik. “Semoga karya saya ini dapat diterima oleh masyarakat dengan baik serta melestarikan budaya lokal melalui batik yang semakin mendunia,” ungkapnya.