Kepiting bakau (Scylla serrata) merupakan salah satu jenis komoditas perikanan yang potensial untuk dibudidayakan. Kepiting bakau banyak dijumpai di perairan payau yang banyak ditumbuhi tanaman mangrove. Kepiting bakau sangat disenangi oleh masyarakat mengingat rasanya yang lezat dengan kandungan nutrisi sejajar dengan crustacea yang lain seperti udang yang banyak diminati baik di pasaran dalam negeri maupun luar negeri. Menteri Kelautan dan Perikanan telah menetapkan kepiting bakau sebagai salah satu jenis ikan (krustasea) yang dilarang penangkapan maupun peredarannya dalam kondisi bertelur dan di bawah ukuran layak tangkap. Untuk dapat meningkatkan jumlah produksi agar tidak mengganggu populasi dengan penangkapan secara langsung di alam maka dibutuhkan teknologi budidaya kepiting bakau. Upaya budidaya yang belum banyak di lakukan adalah penggunaan crab ball. Beberapa wilayah sudah mengembangkan budidaya kepiting ini dengan hasil yang sangat menguntungkan. Untuk itu Universitas Negeri Yogyakarta bersama Pusat Pengembangan Daya Saing (Pusdaing) Kementerian Desa, Pembangunan Daerah Tertinggal dan Transmigrasi (Kemendes PDTT) Republik Indonesia menerapkan uji teknologi crab ball di Hutan Mangrove di Pantai Baros yang berlokasi di Dusun Baros, Tirtohanggo, Kretek, Bantul.
Menurut Wakil Rektor Bidang Perencanaan dan Kerja Sama UNY Prof. Siswantoyo kegiatan ini bertujuan untuk mensosialisasikan dan mengimplementasikan model pemanfaatan teknologi tepat guna crab ball untuk peningkatan produksi kepiting dan daya saing petani tambak. Lurah Tirtohargo Sugiyamto mengatakan sebelum ada bantuan kerjasama dari UNY warga Baros mencari kepiting dengan menggunakan jaring atau jebakan secara tradisional namun hasilnya kurang maksimal karena bersifat musiman. “Lebih untung dengan budidaya kepiting ini melalui crab ball” kata Sugiyamto. Kegiatan ini diinisiasi oleh Karang Taruna Baros dan telah menghasilkan kepiting dengan jumlah 4 ekor setiap kilogram. Sugiyamto berharap kedepan panen kepiting dapat mencapai jumlah 2 atau bahkan 1 ekor tiap kilogramnya sekaligus arahan dan bimbingan dari UNY. Dosen UNY Tri Atmanto, M.Si menjelaskan crab ball merupakan wadah untuk membudidayakan kepiting dari bibit hingga siap panen. Keunggulan dari crab ball ini diantaranya mengurangi persaingan dalam mencari makanan bagi kepiting sehingga kepiting yang dibudidayakan dapat lebih gemuk, selain itu juga dapat menjadi obyek wisata budidaya kepiting karena satu crab ball hanya diisi satu ekor kepiting. Koordinator Bumdes Tirtohanggo Setiyo memaparkan crab ball dapat memenuhi kebutuhan lokal kepiting karena dukungan lingkungan seperti muara sungai Opak-Oya yang mengalami pasang saat musim kemarau, dimana ini adalah saat terbaik memanen kepiting.
Penempatan crab ball harus pada perairan payau yang teraliri pasang surut air laut. Bila lokasi itu terhambat aliran airnya maka perlu dilakukan penghilangan hambatan aliran air tersebut, harus terus dijaga agar air dapat keluar masuk area budidaya dengan lancar. Sampah yang menumpuk, atau lumpur yang menyumbat aliran harus dibersihkan secara rutin. Terhambatnya aliran air di area budidaya dapat menurunkan tingkat oksigen terlarut di kawasan tersebut yang berakibat tingginya kematian kepiting. Apalagi bila jumlah kepiting yang dipelihara cukup banyak, maka ketersediaan oksigen terlarut sangat dibutuhkan. Lancarnya aliran air yang mefasilitasinya pergantian air di lokasi budidaya, juga menjamin pencucian wilayah budidaya. Bahan-bahan pencemar yang berasal dari daerah itu dapat dialirkan keluar dan digantikan dengan air yang segar.
Kerjasama budidaya kepiting ini juga mendapat perhatian dari Pusdaing Kemendes PDTT yang mengadakan Focus Group Discussion (FGD) pada Senin (14/2) di UNY. Kepala Pusdaing Helmiati, M.Si mengatakan budidaya kepiting menggunakan crab ball yang berhasil baik dan dapat menjadi rujukan. “Pusdaing dapat memberi rekomendasi untuk memberikan locus bagi pemerintah daerah yang membutuhkan” katanya. Pada tahun 2022 ini Pusdaing akan kembali menggandeng UNY untuk memberdayakan desa-desa yang mempunyai potensi lain yang sesuai kebutuhan masyarakat, namun tidak menutup kemungkinan kerjasama di bidang kepiting untuk dapat memberi nilai tambah bagi kepiting yang dihasilkan. Menurutnya di Pusdaeng ada 4 hal yang dapat menjadi indikator kinerja utama yaitu kreativitas dan inovasi, teknologi tepat guna, teknologi tinggi serta teknologi digital. Hermiati berharap ada banyak ide baru dari UNY dalam kerjasamanya dengan Pusdaeng pada tahun ini. FGD ini dihadiri juga oleh tim kelompok kerja bidang perencanaan dan kerja sama UNY, dosen, jajaran pimpinan Desa Tirtohanggo Kretek Bantul serta Duta Digital Kemendes PDTT dari DIY, Magelang dan Boyolali. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya UNY dalam agenda pembangunan berkelanjutan pada bidang kemitraan, mengurangi kelaparan dan kemiskinan. (Dedy)