Mahasiswa UNY Ajarkan Pembuatan Tempe Dari Biji Karet

2
min read
A- A+
read

Peserta pelatihan tempe biji karet

Pohon karet merupakan salah satu tanaman penting di Indonesia yang banyak terdapat di Sumatra. Bahkan Indonesia adalah negara penghasil karet terbesar di dunia dengan kontribusi mencapai 26% total produksi karet alam dunia. Selain menghasilkan lateks sebagai bahan utama pembuatan ban, pohon karet juga menyerap gas buangan dan menghasilkan oksigen yang jauh lebih maksimal. Tanaman ini juga menyerap gas karbondioksida yang diolah menjadi sumber karbon untuk fotosintesis. Hal ini sangat membantu dalam mengurangi atau mengatasi efek rumah kaca seperti pemanasaan global dan kerusakan lingkungan. Namun di sisi lain pohon ini juga mempunyai biji karet yang masih jarang diolah. Inilah yang mendorong para pejuang muda UNY di Sumatra Selatan untuk mengedukasi warga setempat tentang pembuatan tempe dari biji karet. Pejuang Muda merupakan program sinergi antara Kementerian Sosial RI, Kementerian Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi serta Kementerian Agama yang diperuntukkan bagi mahasiswa agar berperan dalam penanganan kemiskinan dan masalah sosial di masyarakat. Para mahasiswa itu adalah Tegar Ristianto dan Alifah Nur Aqrimah prodi Pendidikan Sejarah, Aji Nur Wijaksono prodi Pendidikan Fisika. Mereka juga dibantu oleh Mangara Klose Siahaan dari prodi Teknik Sipil Intitut Teknologi Sumatera, Gulfi Oktariani serta Nadya Lucyana prodi Sistem Komputer UNSRI. Mereka ditempatkan di Desa Babat, Kecamatan Penukal, Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir, Sumatera Selatan.

Menurut Tegar Ristianto kegiatan ini diadakan karena prihatin pada kondisi masyarakat yang belum memiliki pekerjaan sampingan setelah menyadap karet dan banyaknya biji karet yang belum dimanfaatkan sebagai bahan baku olahan pangan. Biji karet yang jatuh dari pohon hanya dibiarkan begitu saja dan hanya sebagian yang digunakan sebagai bibit oleh petani” kata Tegar. Di samping itu, sosialisasi dilaksanakan bertujuan untuk memberikan pandangan baru bagi masyarakat bahwa biji karet yang menjadi potensi besar di Desa Babat akan memiliki nilai jual lebih apabila masyarakat mau tergerak untuk memanfaatkannya, seperti mengolah menjadi tempe. Alifah Nur Aqrimah mengatakan tempe adalah makanan yang akrab dengan keseharian masyarakat. Biji karet mengandung 31,6% karbohidrat, 15,6% protein, 40,9% lemak dan sisanya adalah minerak dan asam sianida. Oleh karena itu asam sianida ini harus dihilangkan dengan cara perendaman selama 24 jam dan perebusan selama 90 menit. Asam sianida mempunyai sifat mudah larut dan mudah menguap sehingga saat perendaman akan terbuang bersama air. Sedangkan proses perebusan zat linamerase dan asam sianida akan terakumulasi. “Tempe dari biji karet lebih lembut daripada tempe kedelai, tidak cepat menjadi busuk dan dapat disimpan selama 2 minggu di dalam lemari es” papar Alifah.

Aji Nur Wijaksono menjelaskan, proses pembuatan tempe biji karet diawali dengan menyiapkan 1 kg bijinya yang telah dicuci bersih. Selanjutnya, biji karet dibuang kulitnya dengan cara memecahkannya.  Setelah terpisah ari kulitnya,  daging biji direndam selama 1 × 24 jam.  Setelah direndam, kemudian rebus selama 1 jam. Tiriskan dan biarkan hingga dingin, setelah dingin air rebusan dan bakal daun yang terdapat dalam biji dibuang. Rendam kembali biji karet selama 3×24 jam lalu cuci dan dikukus ± 30 menit. Setelah dikukus selama 30 menit, air yang  tersisa di dalam panci  dibuang, kemudian biji karet dipindahkan ke tampah dan  diratakan tipis-tipis. Biarkan dingin sampai permukaan keping karet kering dan airnya menetes habis. Setelah dingin, taburkan ragi tempe (Rhizopus oryzae) sebanyak ± 2 gram sambil   diaduk-aduk sampai rata. Penambahan ragi bertujuan mempercepat/merangsang pertumbuhan jamur. Tahap peragian (fermentasi) adalah tahap penentu keberhasilan dalam membuat tempe. Selanjutnya, tempe dikemas sesuai dengan selera, dapat menggunakan plastik  ataupun daun pisang. Plastik atau daun pisang yang telah berisi biji  karet  dilubangi dengan  menggunakan  jarum   yang   terbuat  dari kayu  ukuran kecil  kira-kira 8-10 lubang untuk  setiap sisi atas dan sisi bawah.  Tempe disimpan di  tempat yang tidak tertutup. Untuk menghindari pembusukan pada tempe karena suhu yang terlalu panas, usahakan di tempat yang terjadi sirkulasi udara. Tempe didiamkan kurang lebih selama 2 × 24 jam. Setelah itu tempe siap diolah menjadi makanan yang lezat dan bergizi tinggi.

Kepala Desa Babat Arie Meidiansyah, M.Pd., mengucapkan terimakasih kepada mahasiswa Program Pejuang Muda Kementerian Sosial yang sudah berkenan menyelenggarakan kegiatan yang positif bagi masyarakat Desa Babat. “Saya berharap kepada masyarakat yang hadir dalam kegiatan tersebut untuk mengambil ilmu dan bisa menyampaikan kepada sanak saudara atau tetangga sehingga dapat bersama-sama memanfaatkan potensi biji karet di Desa Babat menjadi sesuatu yang memiliki nilai jual serta dapat menambah penghasilan keluarga” katanya. Salah satu warga, Agus menyampaikan rasa senang dan antusiasnya selama pelaksanaan kegiatan sosialiasi. Menurutnya informasi yang disampaikan sudah sangat jelas dan memberikan informasi baru serta berharap semoga masyarakat Desa Babat tergerak untuk belajar lebih mendalam proses pemanfaatan biji karet menjadi olahan pangan berupa tempe. Kegiatan ini merupakan salah satu upaya UNY dalam agenda pembangunan berkelanjutan pada bidang pendidikan dan pengentasan kemiskinan. (Dedy)