Keterampilan karier merupakan hal penting disiapkan dalam menghadapi dinamisasi perubahan dunia kerja abad 21. Secara umum keterampilan karier terdiri dari keingintahuan, ketekunan, fleksibilitas, optimisme, dan pengambilan risiko. Oleh karena itu, sangat masuk akal jika menempatkan career skills sebagai aspek penting yang perlu ditanamkan melalui pembelajaran pada pendidikan vokasi. Pengalaman fisik dan mental yang diperoleh peserta didik dalam bentuk melihat, merasakan, memegang, dan mengerjakan langsung merupakan bentuk Tacit Knowledge yang tidak bisa diperoleh melalui pembelajaran biasa, karena interaksi yang terjadi antara individu dan lingkungan dalam proses WBL (Work-Based Learning) dapat mentransfer pengetahuan dari suatu pengalaman, sehingga peserta didik dapat beradaptasi untuk menghadapi lingkungan yang baru. Inilah yang diungkapkan Prof. Dr. Kokom Komariah, M.Pd sebagai guru besar bidang Pembelajaran Vokasional pada Fakultas Teknik Universitas Negeri Yogyakarta belum lama ini dalam pidatonya yang berjudul ‘Urgensi Pembelajaran Berbasis Kerja dalam Pembentukan Career Skills Bidang Boga’.
Wanita kelahiran Sumedang 8 Agustus 1960 tersebut mengemukakan bahwa pembelajaran berbasis kerja (Work-Based Learning) merupakan salah satu model pembelajaran yang cocok digunakan untuk pendidikan vokasi, termasuk bidang boga, karena dapat membentuk career skills perserta didik, termasuk di dalamnya kompetensi dan employability skills, sehingga pembelajaran berbasis kerja bisa digunakan sebagai jaring pengaman pemenuhan tenaga kerja untuk menghindari lulusannya menjadi penganggur. “Hal ini telah dibuktikan melalui berbagai hasil kajian bahwa input peserta didik yang diproses melalui program latihan dan pengalaman dapat membentuk kompetensi peserta didik dalam hal soft skills dan hard skillsnya, menjadikan orang-orang dewasa muda memiliki keunggulan yang kuat di pasar kerja” papar Kokom.
Warga Purwomartani Kalasan Sleman tersebut menjelaskan pembelajaran berbasis kerja adalah pembelajaran yang telah dipraktekan di seluruh dunia yang merupakan bentuk pembelajaran aktif dan dinamis yang perlahan berkembang sepanjang masa hidup individu yang juga telah dikembangkan di Indonesia oleh Ki Hajar Dewantoro yang membuat akronim 3N (Niteni, Nirokke, dan Nambahi) untuk menjelaskan proses belajar keterampilan. Niteni berarti memperhatikan, mengamati, atau menyimak dan Nirokke berarti menirukan atau melakukan sesuatu sesuai contoh yang sedang diamati. Sedangkan Nambahi berarti menambahkan, menyesuaikan, melakukan perubahan, atau mengurangi keterampilan yang dipelajari sesuai dengan kreativitas masing-masing. Dalam konsep ini siswa aktif mengkonstruksi sendiri pengalaman belajarnya, sehingga sangat tepat digunakan dalam proses work-based learning bagi mahasiswa pendidikan vokasi. Proses WBL akan dilalui melalui pendekatan pembelajaran berbasis pengalaman, dalam arti bagaimana memaknakan sebuah pengalaman sehingga bisa menjadi pembelajaran.
Doktor Pendidikan Teknologi dan Kejuruan Program Pascasarjana UNY tersebut memaparkan dalam bidang kuliner membutuhkan kompetensi yang kompleks, bukan skills yang terbatas pada kemampuan mengoperasikan alat saja, tetapi sampai pada penghayatan nilai-nilai kerja itu sendiri, sesuatu yang agak sulit dicapai oleh lulusan yang tidak mempunyai pengalaman. Pemilihan model work-based learning untuk penguasaan kompetensi bidang Tata Boga dari jaman dahulu sampai sekarang tetap relevan, dengan mengenal istilah “nyantrik” atau magang sebagai proses pembelajaran tertua di dunia, dimana untuk penguasaan kompetensi tertentu seseorang harus nyantrik pada seorang guru sampai diperoleh kompetensi tersebut. Terbukti pada mahasiswa yang melakukan praktik industri di hotel berbintang mengalami peningkatan kemampuan pada aspek menyusun menu, menggunakan peralatan, sanitasi dan keselamatan kerja, menggunakan metode memasak, dan pemorsian, dengan rerata peningkatan sebesar 19%. Program magang perhotelan memberikan dampak pada peningkatan soft skill mahasiswa politeknik. Hal yang sama juga ditemukan pada pelaksanaan program magang di Jepang pada mahasiswa Tata Boga UNY. Program magang memberikan dampak positif terhadap pengembangan kompetensi kerja mahasiswa yang mencakup aspek pengetahuan, sikap dan keterampilan mahasiswa. Muatan pengetahuan yang diperoleh oleh mahasiswa pada program magang mencakup pengetahuan budaya Jepang, prosedur kerja, food production, sanitasi hygiene, quality control, etos kerja, teknologi, dan mass production. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa melalui pembelajaran berbasis kerja mampu menghasilkan career skills yang didalamnya bukan hanya menyangkut aspek kompetensi lulusan secara hard skills, tetapi aspek employability skills termasuk karakter kerja yang sangat dibutuhkan para lulusan dalam hidup dan berkarier. (Dedy)